"Jadi dipinjemin Bunda hp gak sih? Makanya belajar dulu! "
"Yuk habisin maemnya dulu! Nanti Mama ambilkan coklat kesukaanmu"
Iming-iming seperti ini, mungkin sudah tidak asing bagi para orangtua sebagai senjata pamungkas saat anak enggan mengikuti perintah. Selalu ada situasi yang seolah mengharuskan kita untuk memilih cara instan tersebut untuk membujuk anak. Karena pada kenyataannya, tidak semua anak itu penurut.
Namun, apakah cara ini benar-benar efektif?
Kita mungkin sering mengucapkan, “Mama akan...”, "Nanti Bunda..." untuk membujuk anak agar mau mengikuti suatu tindakan yang kita harapkan di saat kepepet.
Jujur, Saya termasuk orangtua yang tertarik menggunakan cara instan tersebut sebetulnya. Kadang untuk membujuk mereka makan dan menyegerakan mandi dan kegiatan anak saya lainnya dengan suatu iming-iming untuk menyemangati mereka. Awalnya sih semua menjadi lebih mudah. Karena cara pamungkas ini cukup efektif membuat anak saya menyegerakan melaksanakan tugas ataupun menuruti perintah dari saya. Namun karena mereka mengikuti perintah cuma karena tertarik dengan iming-iming yang saya berikan. Bukan karena kesadaran penuh. Alhasil, kian hari mereka tambah susah dibujuk karena mungkin mereka menunggu ending bujukan berupa sogokan dari saya. Dasar anak pintar!! Hi.. Hi.. Hi.. Disitu saya menyadari bahwa membujuk anak dengan memberi mereka sogokan adalah bukan cara yang tepat.
Tahukah Bapak-Ibu, kebiasaan buruk kita memberikan sogokan kepada anak ternyata berdampak buruk bagi mereka?
Dr. Laura Markham, Ph.D, penulis Peaceful Parent, Happy Kids mengatakan bahwa kebiasaan menyogok anak hanya akan berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak. Alasannya :
1. Melatihnya Berperilaku Buruk
Meminta anak kita untuk patuh dengan memberi iming-iming, hanyalah cara instan yang justru mengajarkan untuk mendapatkan sesuatu atas suatu hal tidak sepatutnya. Anak kita adalah anak-anak yang pintar. Mereka akan beranggapan jika dengan berlaku yang tidak disukai orangtuanya tapi senangi nya malah membuat ia beruntung karena diberi hadiah. Di lain hari, saya yakin dia akan dengan sengaja tidak patuh karena ternyata ketidak patuhannya membuat dia mendapatkan sesuatu yang disukainya. Misalnya saja, anak akan sengaja menunda-nunda belajar agar belikan mainan atau dia sengaja tidak mau makan agar Mamanya memberinya sepotong eskrim. Jika hal ini berlanjut, bukan lagi anak dalam kontrol kita tapi malah mereka yang mengontrol kita. Anak sekarang pinta lho Bu! Anak-anak kita yang cerdas itu tentu lambat laun tahu bagaimana caranya bertingkah agar mendapatkan hadiah yang ia mau.
2. Tumbuh Jadi Anak yang Pamrih
Tidak semua hal harus kita lakukan demi sebuah pamrih. Anak-anak kita harus memahami konsep berdaya. Konsep dimana semua hal yang kita lakukan akan berguna untuk perkembangan diri kita sendiri. Untuk menambah pengalaman dan saling menyayangi. Namun mungkin pengalaman berharga tersebut tidak akan mereka dapatkan. Jika kita masih terus menerus memberi didikan yang salah. Salah satunya, dengan sering memberi sogokan kepada anak kita. Jangan sampai dewasa nanti dia menjadi pribadi yang pamrih sehingga tidak ada keikhlasan. Sehingga anak kurang memahami bahwa tidak semua hal akan dia ukur berdasar ada imbalan tidaknya. Sehingga tidak ada keikhlasan dalam melakukan sesuatu selain mengharap pamrih dari seseorang semata. Nauzubillah.. Semoga bukan anak-anak kita!
3. Menghilangkan Kesempatan Belajar Hal Baik
4.Tumbuh Menjadi Sosok yang Mudah Disuap
Kebiasaan saat kecil mendapatkan banyak sogokan dari orangtua. Saat dewasa mereka akan menjadi pribadi yang memiliki pendirian yang mudah goyah. Dia akan menjadi sosok yang mudah terpengaruh dan menimbang sesuatu dari segi keuntungan. Jika diuntungkan salah pun ia pertimbangkan. Sehingga ia akan menjadi orang yang mudah disuap dan dipengaruhi.
Memang situasi seolah mempengaruhi kita untuk memberikan iming-iming pada anak. Terutama saat mereka tidak lekas menuruti perintah kita dan biasanya dia akan langsung bergerak jika mendapatkan sogokan sesuatu. Namun mengingat hal ini akan memberikan didikan tidak baik untuk anak, sebaiknya kita harus pintar-pintar mengerem diri ya.. Untuk tidak lagi membujuk anak dengan sogokan.
Bagaimana cara mengerem kebiasaan tersebut?
1. Ganti kebiasaan memberikan sogokan pada anak dengan pujian. Misalnya jika sebelumnya kita berkata, "Nanti kalau bertamu ke rumah bude yang sopan ya. Jangan naik-naik di kursi lagi. Nanti pulang Mama belikan eskrim". Sekarang kita ganti, " Mama bangga sekali Riko tidak lagi naik-naik kursi dan bersikap sopan saat bertamu di rumah bude, terimakasih sayang!"
2. Jangan anggap remeh pentingnya penyesalan. Mungkin anda tidak tega, dan merasa berlaku jahat pada anak. Namun sebenernya ini untuk membentuk nuraninya. Misalnya saat anak tidak menyelesaikan PR dari guru dan hanya main seharian, maka kita meluluhkan hatinya dengan berkata," Bunda tadi buka lembar PR mu Fin. Kok baru dua selesai padahal ada waktu seharian hanya habis untuk main-main dengan temanmu. Tidak kasihankah kamu dengan Ayah Bundamu!"
3. Ubah sogokan dengan reward yang disepakati bersama. Misalnya, saat anak terlambat pulang main sesuai kesepakatan. Maka konsekuensinya besok ia tidak boleh main lagi.
4. Sebisa mungkin hindari pemberian hadiah untuk hal-hal yang memang sudah semestinya ia kerjakan dan sudah menjadi tanggungjawabnya. Namun tidak berati tidak boleh sama sekali. sesekali orangtua boleh memberikan hadiah sebagai kejutan atas prestasi yang telah anak raih. Hal ini bisa membuat si kecil semakin terpacu mencapai sesuatu dan berjuang keras.